Akhdani Culture Series : Result Oriented

Beberapa kenalan menyarankan kami berbagi mengenai budaya kerja / corporate culture di Akhdani yang mungkin cukup unik bagi mereka. Karena admin sedang (beralasan) banyak pekerjaan, maka sebagai awalan, berikut ini adalah hasil copy paste dari tulisan blog (sayangnya sudah mati suri) salah satu founder sekaligus direksi, ditulis pada tahun 2009, mengenai prinsip result oriented. Tulisan tersebut bisa jadi adalah salah satu dokumentasi pertama mengenai kultur kerja di Akhdani sejak 2006.


Sesi Mimpi : anti penindasan korporat

Dulu waktu mentoring agama Islam (saya mentor cadangan dengan pengetahuan syar’i yg pas-pasan :D ) di kampus, beberapa adik kelas menanyakan kenapa kok jadi pengusaha, apakah karena potensi memiliki pendapatan hingga tak terbatas ? Sebenarnya alasan utamanya bukan itu, lebih kepada passion, saya jadi pengusaha sebenarnya lebih karena :

  • Tidak cocok dengan jam kerja kantoran yang fixed
  • Tidak suka dengan atasan yang seenaknya, tidak mau mengerti apakah stafnya punya masalah atau tidak. Tidak semua atasan seperti itu, namun populasi atasan yang baik pasti langka :D
  • Otak technical saya sepertinya moody, lebih sering “hidup” dan kreatif di waktu santai ketimbang office hours:D
  • Tidak suka dengan office politics. Kedua ortu saya berstatus PNS dan karyawan, beliau berdua terkadang menceritakan beberapa dampak office politics yang mereka alami .. :) banyak bekerja & berprestasi tapi sering kali tidak dihargai karena berbagai faktor non objektif, ide-ide yang dicuri oleh teman sekantor sendiri, teman sekantor yang tidak mau action, tetapi luar biasa menjilatnya kpd atasan, dsb …
  • Sepertinya lebih menyenangkan membuka lowongan kerja ketimbang mencari pekerjaan, lebih bermanfaat bagi orang lain :)

Jadi boleh dikatakan bahwa saya mungkin termasuk orang yang cukup anti “penindasan korporat”. Contoh penindasan korporat : saya pernah meeting sore hari dengan 2 ibu dari sebuah perusahaan IT besar, ketika sudah maghrib dan meeting selesai ternyata mereka masih ada meeting dengan bos jam 20, lantas nasib suami dan anak-anaknya gimana? Mereka sempat curhat : harus datang jam sekian, dan pokoknya harus kerja padahal di rumah sedang ada masalah. Dimarahi bos karena membantu mengurusi tetangga yang meninggal dunia, dsb.

Karena saya tidak ingin diperlakukan seperti itu, jadi saya tidak boleh memperlakukan orang lain seperti itu. Beberapa efek pemikiran anti “penindasan korporat” ini di kantor antara lain :

  • karyawan boleh datang tidak tepat waktu
  • boleh bekerja di rumah dulu atau di kampus, kemudian datang untuk koordinasi
  • boleh main game di kantor, asal jangan main game sepanjang hari
  • dan beberapa kebebasan lain

Namun tentunya dengan beberapa syarat :

  • target pekerjaan tercapai, deadline tidak boleh lewat
  • kalau telat atau tidak masuk memberi tahu pihak berwenang :)
  • tidak merugikan/merepotkan orang lain
  • maklum dengan gaji yang tidak terlalu besar dibandingkan perusahaan lain yang sejenis, jadi jangan menuntut terlalu banyak dulu hihi :D

Pak Harry Sufehmy mungkin menyebutnya dengan istilah KBH / result oriented:) . Baru-baru ini, ketika browsing, saya menemukan link berikut ini :
http://askmonty.org/wiki/index.php/The_hacking_business_model

Dokumen tersebut dibuat berdasarkan pengalaman di masa-masa awal MySQL AB dan perusahaan open source lainnya. Banyak hal-hal ingin saya terapkan di perusahaan liliput saya, ternyata tertulis di dokumen tersebut. Sambil menerapkan pola result oriented ini, sebenarnya masih ada beberapa pertanyaan yang mengganjal :

  • Saya sebenarnya masih ingin memberikan beberapa benefit lagi, seperti waktu cuti yang lebih banyak, asuransi kesehatan, bonus Idul Adha : terserah untuk beli qurban atau keperluan lainnya, dsb. Namun apakah karyawan akan memberikan kontribusi maksimal seiring dengan kebebasan yang diberikan perusahaan ? Jujur saja, perilaku orang Indonesia cukup “unik”, dulu beberapa kali saya menemui orang-orang yang tidak tahu berterima kasih, malah cenderung menusuk walaupun sudah dibantu, hanya berfikir keuntungan jangka pendek dan memanfaatkan niat baik orang lain :(. Saya berharap rekan-rekan yang kami rekrut tidak seperti itu dan hingga saat ini alhamdulillah belum ada.
  • apakah klien beranggapan bahwa kami profesional dengan pola kerja seperti ini ?

Well, sejauh ini alhamdulillah beberapa mitra masih percaya dengan kinerja perusahaan liliput ini, dari 2006 perusahaan konsisten mencetak laba. Prediksi saya tantangan dan ujian sebenarnya terhadap pemikiran anti “penindasan korporat” ini akan datang ketika perusahaan ini makin membesar, makin banyak kontrak pekerjaan dan makin banyak orang bergabung sebagai anggota perusahaan. Buat teman-teman dan rekan kerja, saya mohon doanya moga-moga rezeki perusahaan liliput ini dilancarkan dan tetap anti penindasan korporat, amiin…

Meja Knockdown dan Sembilan Tahun Akhdani

Akhir bulan April lalu, putra penulis berusia 9 tahun. Ingatan pun kembali ke 9 tahun yang lalu, ketika penulis menunggu istri melahirkan, teman-teman di kantor merakit meja knock down, memotong kabel listrik dan LAN, membuat ekstensi stop kontak dan melakukan cabling di rumah kontrakan di kawasan pasar Citamiang yang kami jadikan kantor. Berarti, usia perusahaan Akhdani secara de facto sudah berumur 9 tahun juga.

Ada beberapa versi penelitian mengenai survival rate perusahaan baru, bahwa perusahaan yang bertahan melewati masa 1 tahun = x%, 2 tahun = y%, 3 tahun = z% dan seterusnya. Hasilnya mengarah pada kesimpulan yang mirip, bahwa banyak perusahaan yang gagal sebelum berusia 5 tahun dan makin sedikit lagi yang berusia 10 tahun. Dari aspek survival, Akhdani sudah terbukti sukses bertahan selama 9 tahun. Namun bila dilihat dari aspek-aspek fisik yang “kasat mata”, sah-sah saja jika orang menilai kesuksesan Akhdani belumlah impresif.

Jujur saja, sepanjang perjalanan selalu muncul godaan untuk memperlihatkan kesuksesan fisik seperti menyewa kantor yang “representatif” atau hal-hal yang bersifat premature scaling lainnya. Bagaimana tidak tergoda, melihat perusahaan lain (seangkatan atau bahkan lebih muda) berekspansi dengan agresif, merekrut banyak karyawan brillian dengan gaji relatif besar atau menyewa kantor yang representatif di kawasan perkantoran Jakarta.

Namun, dahulu salah seorang mentor kami memberi wejangan :

  1. Bangun dan matangkan “isi” terlebih dahulu, jangan “bungkus”. Jika “isi” berkembang, “bungkus” akan mengikuti dengan sendirinya.
  2. Definisi mengenai kesuksesan itu relatif, masing-masing perusahaan atau individu dapat memiliki definisi suksesnya sendiri. Parameter sukses tertentu menurut orang lain, belum tentu sesuai bagi kita
  3. Pikirkan cara untuk membangun perusahaan yang langgeng, tidak sekedar tumbuh dengan cepat atau parameter fisik semata.
  4. Mindset, kesabaran dan reputasi lebih penting ketimbang modal finansial.

Sebagaimana yang ditulis oleh Prof. Rhenald Kasali, fundamental usaha itu sesungguhnya hanyalah kepercayaan dan daya tahan. Ada orang yang bertahan 6-7 tahun sampai usahanya benar-benar meledak dan ia mulai menangguk untung. Namun ada yang hanya bertahan dua tahun saja. Keduanya sama-sama menghabiskan total biaya yang sama. Sekarang, Akhdani ternyata bisa bertahan lebih lama ketimbang beberapa perusahaan yang pada waktu itu lebih keren dan ekspansif. Apakah mereka gagal bertahan karena premature scaling? Wallahu’alam, mungkin kami hanya lebih beruntung saja ….

Kembali ke masalah sukses atau tidak sukses, jika ada pertanyaan prestasi apa yang membanggakan selama 9 tahun terakhir? Selain dari usia perusahaan, jika dilihat dari aspek yang lebih luas, dari kacamata stakeholder (di mana karyawan adalah salah satu elemen stakeholder), maka menurut pendapat pribadi penulis, prestasi tersebut berupa konsistensi dan disiplin dalam penggajian. Sejak Mei 2006, Akhdani selalu konsisten tepat waktu untuk masalah payroll, selama 9×12(+1 THR) bulan tidak ada keterlambatan sekalipun. Mengapa ini kami anggap sebagai prestasi? Karena bagi kami hal tersebut adalah value yang sangat-sangat penting. Ada beberapa perusahaan yang lebih terkenal, kantornya keren, petinggi perusahaan pakai mobil keren, namun pernah mengalami keterlambatan gaji, bahkan ada yang menelantarkan karyawan.

Bagi korporasi yang memiliki akses kepada permodalan, hal tersebut mungkin hal yang biasa saja. Namun bagi Akhdani (yang didirikan dengan modal meja dan laptop), itu adalah prestasi tersendiri. IMHO, melakukan pencapaian kecil namun konsisten bisa jadi lebih sulit ketimbang pencapaian mengesankan yang bersifat single shot. Misalnya, masyarakat cenderung lebih menyukai berinfak besar pada bulan Ramadhan saja, ketimbang berinfak lebih kecil namun konsisten sepanjang tahun.

Saat ini, sebagian besar meja-meja knock down murah dan ekstensi stop kontak yang dirakit 9 tahun lalu masih berfungsi. Begitu juga dengan laptop biru bongsor dengan RAM 512 MB…..So, the stones are still rolling …. mari menuju 10 tahun Akhdani … 😉

-ZH-

Inspirasi :

  1. http://blog.startupcompass.co/discover-the-patterns-of-successful-internet
  2. http://www.washingtonpost.com/blogs/fact-checker/wp/2014/01/27/do-9-out-of-10-new-businesses-fail-as-rand-paul-claims/
  3. http://www.ciputra-uceo.net/blog/2015/5/12/umur-perusahaan-definisi-dan-analisa-selama-4-tahun
  4. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/05/06/054500826/Fenomena.Bisnis.Kuliner.di.Jalan.Senopati.Jakarta
  5. http://www.quora.com/What-percentage-of-startups-fail